Kamis, 11 Agustus 2011

Sejauh Mana Anda Menerima Diri Anda? (Part II)

 
Setelah menulis artikel SEJAUH MANA ANDA MENERIMA DIRI ANDA, tanpa sedikit jeda --kecuali untuk buang air kecil-- saya langsung membuat tulisan ini sebagai versi kontra dari artikel tersebut mengingat bahwa keseimbangan adalah suatu hal yang baik. Bahwa putih tidak akan berarti tanpa adanya hitam. Bahwa besar bukanlah besar jika tidak ada si kecil. Bahwa hidup tak akan indah tanpa dihentikan oleh kematian.

Pada artikel yang lalu saya mencoba sedikit mengingatkan anda bahwa anda adalah seorang yang hebat yang mampu menjawab semua tantangan yang muncul baik dari dalam diri anda maupun dari orang lain. Tapi apakah boleh kita menolak tantangan tersebut? Saya akan mencoba menjawab pertanyaan tersebut dengan memulai sebuah kasus.

Bayangkan saat ini anda sedang sendirian di sebuah toko buku. Anda sedang mencari buku yang berhubungan dengan karir anda dan anda sangat membutuhkan buku ini. Tidak hanya itu, keterdesakan anda pun masih ditambah dengan keterburu-buruan anda karena anda harus cepat-cepat dan harus segera pergi ke suatu tempat untuk suatu hal yang sangat penting. Pada saat mencari buku tersebut anda melihat dari kejauhan seorang wanita cukup cantik berdiri sendirian yang juga sedang membaca-baca buku. Karena keterdesakan anda, anda tidak mempedulikan wanita tersebut dan terus melanjutkan kegiatan anda sebelumnya, yaitu mencari buku. Tiba-tiba hati anda langsung berbisik ‘ada cewek tu, ajakin kenalan dong’. Meladeni bisikan hati tersebut anda langsung menoleh ke wanita tersebut dan berpikir sejenak. Tapi anda menolak ajakan hati anda tersebut karena anda memang dalam keadaan mendesak. Dan hal tersebut terjadi berulang kali antara keinginan untuk berkenalan dan tetap melanjutkan kegiatan anda hingga anda merasa menjadi orang tak berpendirian. 

Anda menjadi bingung. Anda menjadi galau. Anda bahkan seperti tak tahu siapa diri anda sendiri. Dan hal itu diperparah dengan bayangan ketika anda menceritakan kepada teman-teman anda tentang cerita dimana anda melihat seorang wanita cantik yang sendirian tetapi karena keterdesakan anda anda memilih untuk tidak berkenalan dengan wanita tersebut. Di satu sisi anda merasa bahwa waktu yang mendesak membuat anda benar-benar tidak ingin berkenalan dengan wanita tersebut. Di sisi lain anda mengatakan pada diri anda bahwa penolakan anda atas kata hati anda tersebut untuk berkenalan adalah sebuah dalih atas ketakutan anda saja. Anda semakin bingung memikirkan hal tersebut dan parahnya kebingungan tersebut terus menghinggapi anda untuk waktu yang sangat lama hingga anda benar-benar tidak tahu siapa sebenarnya diri anda.

Saya yakin anda pasti pernah mengalami hal seperti ini.

‘Trus gimana kalau gitu? apa harus kenalan? Tapi gue kan lagi sibuk dan buru-buru banget? Tapi kalau ngga kenalan berarti gue ngga berani dong? Gimana nih?’

Hal ini saya sebut dengan krisis identitas dan hal tersebut timbul karena adanya kebingungan untuk menemukan keinginan paling mendasar dalam diri. Tenangkan dan bebaskan hati dan pikiran anda dan cari hal mana yang benar-benar menjadi keinginan dan menjadi prioritas anda. Jika prioritas anda sebenarnya adalah mencari buku dan segera meninggalkan tempat tersebut karena anda sedang buru-buru, maka carilah buku dan segera tinggalkan tempat itu tanpa mempedulikan tuntutan baik dari diri anda maupun orang lain. Lepaskanlah diri anda dari penjara tuntutan semacam itu dan bebaslah. Tuntutan adalah keterdesakan. Apakah anda mau hidup anda selalu ternaungi oleh tuntutan tanpa adanya kebebasan? Dengarkanlah diri anda sendiri, ketahui keinginan anda yang sebenarnya, dan biarkan dia yang menentukan.

‘Trus gimana dong kalau gue bener-bener dianggap ga berani?’

Anda adalah orang pertama yang mendengarkan kata-kata anda sendiri. Bahkan anda sudah mendengarkannya sebelum anda mengucapkannya. Lalu untuk apa anda takut akan persepsi orang lain? Anda tidak membutuhkan persepsi orang lain. Anda tidak akan pernah dilupakan dan selalu akan didengarkan oleh seseorang yang sangat hebat selama anda juga tidak pernah melupakan dan selalu mendengarkan orang tersebut. Dan ya, orang hebat tersebut adalah anda sendiri. Untuk apa mendengarkan dan menerima orang lain jika anda sendiri tidak pernah mendengarkan dan menerima diri anda sendiri? Lambat laun orang lain pun akan menjauhi anda karena anda sendiri --yang adalah orang yang paling mengerti anda-- pun menjauh dan jijik dengan diri anda. Berkatalah tidak jika memang tidak dan ya jika memang ya.

Saya rasa cukup sekian tulisan dari saya. Selain saya sudah capek, saya pun bukan lah siapa-siapa dibandingkan orang hebat seperti anda. Jangan dengarkan saya karena saya hanyalah orang lain yang suka mengatur tingkah hidup orang lain. Resapi diri anda, dengarkan bisikannya yang sangat merdu, dan jangan lupa untuk tersenyum. :)


~Craze

0 komentar:

Posting Komentar